Menurut Ausubel,
belajar dapat diklasifikasikan ke dalam dua dimensi. Dimensi pertama
berhubungan dengan cara informasi atau materi pelajaran yang disajikan pada
siswa melalui penerimaan atau penemuan. Dimensi kedua menyangkut cara bagaimana
siswa dapat mengaitkan informasi itu pada struktur kognitif yang telah ada.
Struktur kognitif itu adalah fakta, konsep, dan generalisasi yang telah
dipelajari dan diingat oleh siswa.
Pada tingkat pertama
dalam belajar, informasi dapat diberikan kepada siswa dalam bentuk belajar
penerimaan yang menyajikan informasi itu dalam bentuk belajar penemuan yang
mengharuskan siswa menemukan sendiri sebagian atau seluruh konsep yang akan
diajarkan. Akan tetapi, siswa dapat juga hanya mencoba-coba menghafalkan
informasi baru tanpa mengaitakan dengan konsep lainya yakni dengan metode
hafalan.
Banyak ahli pendidikan
menyamakan belajar penerimaan dengan belajar hafalan sebab mereka berpendapat
bahwa belajar bermakna hanya terjadi jika mereka menemukan sendiri pengetahuan.
Namun, Ausubel menjelaskan bahwa belajar bermakna itu menjelaskan hubungan
antara konsep-konsep. Sedangkan belajar hafalan itu seperti memecahkan masalah
dengan coba-coba, seperti menebak teka-teki. Belajar penemuan yang bermakna
terjadi pada penelitian bersifat ilmiah.
1.
Belajar Bermakna
Belajar bermakna
merupakan suatu proses dikaitkannya informasi baru pada konsep-konsep yang
relevan yang terdapat dalam struktur kognitif seseorang. Peristiwa belajar
bermakna menyangkut asimilasi informasi baru pada pengetahuan yang telah ada
dalam struktur kognitif seseorang. Jadi, dalam belajar bermakna, informasi baru
diasimilasikan pada konsep-konsep yang telah diketahui atau dipahami terlebih
dahulu dalam struktur kognitif.
Belajar bermakna yang
baru mengakibatkan pertumbuhan dan modifikasi konsep-konsep awal yang telah
diketahui sebelumnya. Bergantung pada sejarah pengalaman seseorang,
konsep-konsep itu dapat relatif besar dan berkembang seperti konsep-konsep
lainnya. Mungkin saja konsepnya menjadi sangat luas atau malah menjadi sempit.
Pada anak-anak
pembentukkan konsep merupakan proses utama utama untuk memperoleh
konsep-konsep. Telah kita ketahui bahwa pembentukkan konsep adalah semacam
belajar penemuan yang menyangkut baik pembentukkan hipotesis dan pengujian
hipotesis maupun pembentukkan generalisasi hal-al yang khusus. Waktu usia masuk
sekolah tiba, kebanyakan anak telah mempunyai kerangka kosep yag mengizinkan
terjadinya belajar bermakna.
Pada kenyataanya, guru
dan bahan-bahan pelajaran sangat jarang menolong siswa dalam menentukan dan
menggunakan konsep-konsep relevan dalam struktur kognitif mereka untuk
mengasimilasikan pengetahuan baru, dan akibatnya pada para siswa hanya terjadi
belajar hafalan. Lagipula sistem evaluasi di sekolah menghendaki hafalan. Jadi
timbul pikiran siswa untuk apa bersusah payah mengaitkan konsep yang ada kepada
pengetahuan baru seperti belajar bermakna. Kerap kali siswa-siswa hanya
mengetahui saja apa yang ditanyakan dengan tidak mengerti tentang apa yang
mereka bicarakan.
3.
Subsumsi-subsumsi Obileratif
Selama belajar bermakna
berlangsung, informasi baru terkait pada konsep-konsep dalam struktur kogniif.
Untuk menekankan pada fenomena pengaitan ini, Ausubel mengemukakan istilah
subsumer. Subsumer memegang peranan dalam proses perolehan informasi baru.
Dalam belajar bermakna, subsumer mempunyai peranan interaktif, memperlancar
gerakan informasi yang relevan melalui penghalang-penghalang perseptual dan
menyediakan suatu kaitan antara informasi yang baru diterima dan pengetahuan
yang sudah dimiliki sebelumnya, proses ini disebut subsumsi.
Informasi yang
dipelajari secara bermakna biasanya lebih lama diingat daripada informasi yang
dipelajari secara hafalan, tetapi ada kalanya unsur-unsur yang terabsumsi tidak
dapat lagi dikeluarkan dari memori, jadi sudah dilupakan. Ini tidak berarti
bahwa subsumer yang tinggal telah kembali pada keadaan sebelum terjadi proses
subsumsi. Jadi walaupun kelihatannya ada suatu unsur subordinat yang hilang,
subsumer telah diubah oleh pengalaman belajar bermakna sebelumnya.
Ada tiga kelebihan dari
belajar bermakna:
a.
Informasi yang dipelajari secara bermakna lebih lama dapat diingat;
b.
Informasi yang telah tersubsumsi berakibatkan peningkatan diferensiasi dari
subsumer-subsumer, jadi memudahkan proses belajar berikutnya untuk materi
pelajaran yang mirip;
c.
Informasi yng dilupakan sesudah subsumsi meninggalkan efek residual pada
subsumer sehingga mempermudah belajar hl-hal yang mirip, walaupun telah terjadi
‘lupa’.
4.
Variabel yang Mempengaruhi Belajar Penerimaan Bermakna
Faktor-faktor utama
yang mempengaruhi belajar bermakna ialah struktur kognitif yang ada,
stabilitas, dan kejelasan pengetahuan dalam suatu bidang studi tertentu dan
pada waktu tertentu. Sifat-sifat struktur kognitif menentukan validitas dan
kejelasan arti-arti yang timbul saat informasi baru masuk ke dalam struktur
kognitif itu, demikian pula sifat proses interaksi yang terjadi.
Syarat-syarat belajar
bermakna:
a.
Materi yang dipelajari harus bermakna secara potensial.
b.
Anak yang akan belajar harus bertujuan untuk melaksanakan belajar bermakna,
jadi mempunyai kesiapan dan niat untuk belajar bermakna.
Kebermaknaan materi pelajaran secara
potensial bergantung pada:
a.
Materi itu harus memiliki kebermaknaan logis.
b.
Gagasan-gagasan yang relevan harus terdapat dalam struktur kognitif siswa.
MENERAPKAN TEORI
AUSUBEL DALAM MENGAJAR
Kebermaknaan
materi pelajaran secara potensial tergantung dari materi itu memiliki
kebermaknaan logis dan gagasan-gagasan yang relevan harus terdapat dalam
struktur kognitif siswa. Bedasarkan teori belajar bermakna, maka
disimpulkan ada 4 prinsip
pembelajaran , yaitu:
1. Pengatur awal (advance organizer).
Pengatur awal atau bahan pengait dapat digunakan guru dalam membantu mengaitkan konsep lama dengan konsep baru yang lebih tinggi maknanya. Penggunaan pengatur awal tepat dapat meningkatkan pemahaman berbagai macam materi , terutama materi pelajaran yang telah mempunyai struktur yang teratur. Pada saat mengawali pembelajaran dengan presentasi suatu pokok bahasan yang baru sebaiknya “pengatur awal” itu digunakan, sehingga pembelajaran akan lebih bermakna.
2. Diferensiasi progresif.
Dalam proses belajar bermakna perlu ada pengembangan dan kolaborasi konsep-konsep. Caranya unsur yang paling umum dan inklusif dipekenalkan dulu kemudian baru yang lebih mendetail, berarti proses pembelajaran dari umum ke khusus (Deduktif).
3. Belajar superordinat
Belajar superordinat adalah proses struktur kognitif yang mengalami petumbuhan kearah deferensiasi, terjadi sejak perolehan informasi dan diasosiasikan dengan konsep dalam struktur kognitif tersebut. Proses belajar tersebut akan terus berlangsung hingga pada suatu saat ditemukan hal-hal baru. Belajar superordinat akan terjadi bila konsep-konsep yang lebih luas dan inklusif.
4. Penyesuaian Integratif
Pada suatu saat siswa kemungkinan akan menghadapi kenyataan bahwa dua atau lebih nama konsep digunakan untuk menyatakan konsep yang sama atau bila nama yang sama diterapkan pada lebih satu konsep. Untuk mengatasi pertentangan kognitif itu, dengan menggunakan konsep pembelajaran penyesuaian integratif, yaitu dengan menyusun materi pelajaran sedemikian rupa sehingga guru dapat menggunakan susunan konseptual ke atas dan ke bawah selama informasi disajikan. Penangkapan (reception learning).
1. Pengatur awal (advance organizer).
Pengatur awal atau bahan pengait dapat digunakan guru dalam membantu mengaitkan konsep lama dengan konsep baru yang lebih tinggi maknanya. Penggunaan pengatur awal tepat dapat meningkatkan pemahaman berbagai macam materi , terutama materi pelajaran yang telah mempunyai struktur yang teratur. Pada saat mengawali pembelajaran dengan presentasi suatu pokok bahasan yang baru sebaiknya “pengatur awal” itu digunakan, sehingga pembelajaran akan lebih bermakna.
2. Diferensiasi progresif.
Dalam proses belajar bermakna perlu ada pengembangan dan kolaborasi konsep-konsep. Caranya unsur yang paling umum dan inklusif dipekenalkan dulu kemudian baru yang lebih mendetail, berarti proses pembelajaran dari umum ke khusus (Deduktif).
3. Belajar superordinat
Belajar superordinat adalah proses struktur kognitif yang mengalami petumbuhan kearah deferensiasi, terjadi sejak perolehan informasi dan diasosiasikan dengan konsep dalam struktur kognitif tersebut. Proses belajar tersebut akan terus berlangsung hingga pada suatu saat ditemukan hal-hal baru. Belajar superordinat akan terjadi bila konsep-konsep yang lebih luas dan inklusif.
4. Penyesuaian Integratif
Pada suatu saat siswa kemungkinan akan menghadapi kenyataan bahwa dua atau lebih nama konsep digunakan untuk menyatakan konsep yang sama atau bila nama yang sama diterapkan pada lebih satu konsep. Untuk mengatasi pertentangan kognitif itu, dengan menggunakan konsep pembelajaran penyesuaian integratif, yaitu dengan menyusun materi pelajaran sedemikian rupa sehingga guru dapat menggunakan susunan konseptual ke atas dan ke bawah selama informasi disajikan. Penangkapan (reception learning).
Belajar penangkapan dikembangkan
sebagai jawaban atas ketidakpuasan model belajar discovery, karena siswa tidak
selalu mengetahui apa yang penting atau relevan untuk dirinya sendiri sehigga
mereka memerlukan motivasi eksternal untuk melakukan kerja kognitif dalam
mempelajari apa yang telah diajarkan di sekolah.
menurut para pakar, teori belajar
penangakapan menyatakan bahwa tugas guru adalah:
a. Menstrukturkan situasi belajar.
b. Memilih materi pembelajaran yang sesuai dengan siswa.
c. Menyajikan materi pembelajaran secara terorganisir yang dimulai dari gagasan.
Inti belajar penangkapan yaitu pengajaran ekspositori , yakni pembelajaran sistematik yang direncanakan oleh guru mengenai informasi yang bermakna (meaningful information). Pembelajaran ekspositori itu terdiri dari tiga tahap, yaitu:
1. Penyajian Advance Organizer
Advance organizer merupakan pernyataan umum yang memeperkenalkan bagian-bagian utama yang tercakup dalam urutan pengajaran. Advance organizer berfungsi untuk menghubungakan gagasan yang disajikan di dalam pelajaran dengan informasi yang telah berada didalam pikiran siswa, dan memberikan skema organisasional terhadap informasi yang sangat spesifik yang disajikan.
2. Penyajian materi atau tugas belajar.
Dalam tahap ini, guru menyajikan materi pembelajaran yang baru dengan menggunakan metode ceramah, diskusi, film, atau menyajikantugas-tugas belajar kepada siswa . Ausable menekankan tentang pentingnaya mempertahankan perhatian siswa, dan juaga pentingya pengorganisasian meteri pelajaran yang dikaitakan dengan struktur yang terdapat didalam advance organizer. Dia menyarankan suatu proses yang disebut dengan diferensiasi progresif, dimana pembelajaran berlangsung setahap demi setahap, dimulai dari konsep umum menuju kepada informasi spesifik, contoh-contoh ilustratif, dan membandingkan antara konsep lama dengan konsep baru.
3. Memperkuat organisasi kognitif.
Guru bisa mencoba mengikatkan informasi baru ke dalam stuktur yang telah direncanakan di dalam permulaan pelajaran, degan cara mengingatkan siswa bahwa rincian yang bersifat spesifik itu berkaitan dengan gambaran informasi yang bersifat umum. Pada akhir pembelajaran ini siswa diminta mengajukan pertanyaan pada diri sendiri mengenai tingkat pemahamannya terhadap pelajaran yang baru dipelajari, menghubungkannya dengan pengetahuan yang telah dimiliki dan pengorgnaisasian materi pembelajaran sebagaimana yang dideskripsikan didalam advance organizer. Disamping itu juga memberikan pertanyanan kepada siswa dalam rangka menjajagi keluasan pemahaman siswa tentang isi pelajaran.
C. Peta Konsep
Peta konsep adalah untuk menyatakan hubungan bermakna antara konsep-konsep dalam bentuk proporsi- proporsi. Proporsi-proporsi adalah dua atau lebih konsep yang dihubungkan oleh kata dalam satu unit sematik. Dalam bentuknya yang paling sederhana, suatu peta konsep hanya terdiri atas dua kosep yang dihubungkan oleh satu kata penghubung untuk membentuk proposisi Misalnya, “padi itu hijau” akan merupakan suatu peta konsep yang sederhana sekali, terdiri atas dua konsep, yaitu padi dan hijau, dihubungkan oleh kata itu.
2. Ciri-Ciri Peta Konsep
a. Peta konsep ialah suatu cara utuk memperlihatkan konsep – konsep dan proporsi – proporsi suatu bidang studi. Dengan membuat sendiri peta konsep, siswa “melihat” bidang studi itu lebih jelas dan mempelajari bidang studi itu lebih bermakna.
b. Suatu peta konsep merupakan suatu gambar 2 dimensi dari suatu bidang studi atau suatu dari bagian bidang studi. Peta konsep bukan hanya menggambarkan konsep-konsep yang penting, melainkan juga hubungan antara konsep-konsep itu, seperti hubungan antara kota-kota dalam peta jalan yang diperlihatkan oleh jalan-jalan besar, jalan kereta api, dan jalan-jalan lainnya.
c. Cara menyatakan hubungan antara konsep – konsep. Tidak semua konsep-konsep mempunyai bobot yang sama. Ini berarti, bahwa ada beberapa konsep yang lebih inklusif daripada konsep-konsep yang lain.
d. Tentang hirearki .
a. Menstrukturkan situasi belajar.
b. Memilih materi pembelajaran yang sesuai dengan siswa.
c. Menyajikan materi pembelajaran secara terorganisir yang dimulai dari gagasan.
Inti belajar penangkapan yaitu pengajaran ekspositori , yakni pembelajaran sistematik yang direncanakan oleh guru mengenai informasi yang bermakna (meaningful information). Pembelajaran ekspositori itu terdiri dari tiga tahap, yaitu:
1. Penyajian Advance Organizer
Advance organizer merupakan pernyataan umum yang memeperkenalkan bagian-bagian utama yang tercakup dalam urutan pengajaran. Advance organizer berfungsi untuk menghubungakan gagasan yang disajikan di dalam pelajaran dengan informasi yang telah berada didalam pikiran siswa, dan memberikan skema organisasional terhadap informasi yang sangat spesifik yang disajikan.
2. Penyajian materi atau tugas belajar.
Dalam tahap ini, guru menyajikan materi pembelajaran yang baru dengan menggunakan metode ceramah, diskusi, film, atau menyajikantugas-tugas belajar kepada siswa . Ausable menekankan tentang pentingnaya mempertahankan perhatian siswa, dan juaga pentingya pengorganisasian meteri pelajaran yang dikaitakan dengan struktur yang terdapat didalam advance organizer. Dia menyarankan suatu proses yang disebut dengan diferensiasi progresif, dimana pembelajaran berlangsung setahap demi setahap, dimulai dari konsep umum menuju kepada informasi spesifik, contoh-contoh ilustratif, dan membandingkan antara konsep lama dengan konsep baru.
3. Memperkuat organisasi kognitif.
Guru bisa mencoba mengikatkan informasi baru ke dalam stuktur yang telah direncanakan di dalam permulaan pelajaran, degan cara mengingatkan siswa bahwa rincian yang bersifat spesifik itu berkaitan dengan gambaran informasi yang bersifat umum. Pada akhir pembelajaran ini siswa diminta mengajukan pertanyaan pada diri sendiri mengenai tingkat pemahamannya terhadap pelajaran yang baru dipelajari, menghubungkannya dengan pengetahuan yang telah dimiliki dan pengorgnaisasian materi pembelajaran sebagaimana yang dideskripsikan didalam advance organizer. Disamping itu juga memberikan pertanyanan kepada siswa dalam rangka menjajagi keluasan pemahaman siswa tentang isi pelajaran.
C. Peta Konsep
Peta konsep adalah untuk menyatakan hubungan bermakna antara konsep-konsep dalam bentuk proporsi- proporsi. Proporsi-proporsi adalah dua atau lebih konsep yang dihubungkan oleh kata dalam satu unit sematik. Dalam bentuknya yang paling sederhana, suatu peta konsep hanya terdiri atas dua kosep yang dihubungkan oleh satu kata penghubung untuk membentuk proposisi Misalnya, “padi itu hijau” akan merupakan suatu peta konsep yang sederhana sekali, terdiri atas dua konsep, yaitu padi dan hijau, dihubungkan oleh kata itu.
2. Ciri-Ciri Peta Konsep
a. Peta konsep ialah suatu cara utuk memperlihatkan konsep – konsep dan proporsi – proporsi suatu bidang studi. Dengan membuat sendiri peta konsep, siswa “melihat” bidang studi itu lebih jelas dan mempelajari bidang studi itu lebih bermakna.
b. Suatu peta konsep merupakan suatu gambar 2 dimensi dari suatu bidang studi atau suatu dari bagian bidang studi. Peta konsep bukan hanya menggambarkan konsep-konsep yang penting, melainkan juga hubungan antara konsep-konsep itu, seperti hubungan antara kota-kota dalam peta jalan yang diperlihatkan oleh jalan-jalan besar, jalan kereta api, dan jalan-jalan lainnya.
c. Cara menyatakan hubungan antara konsep – konsep. Tidak semua konsep-konsep mempunyai bobot yang sama. Ini berarti, bahwa ada beberapa konsep yang lebih inklusif daripada konsep-konsep yang lain.
d. Tentang hirearki .
Menyusun Peta Konsep
Ada beberapa langkah yang harus diikuti, yaitu :
a. Pilihlah suatu bacaan dari buku pelajaran.
b. Tentukan konsep – konsep yang relevan.
c. Urutkan konsep – konsep itu dari yang paling inklusif ke yang paling tidak inklusif atau contoh – contoh.
d. Susunlah konsep – konsep itu di atas kertas, mulai dengan konsep yang paling inklusif ke konsep yang tidak inklusif.
e. Hubungkanlah kosep itu dengan kata – kata penghubung.
4. Kegunaan Peta Konsep
Ada beberapa langkah yang harus diikuti, yaitu :
a. Pilihlah suatu bacaan dari buku pelajaran.
b. Tentukan konsep – konsep yang relevan.
c. Urutkan konsep – konsep itu dari yang paling inklusif ke yang paling tidak inklusif atau contoh – contoh.
d. Susunlah konsep – konsep itu di atas kertas, mulai dengan konsep yang paling inklusif ke konsep yang tidak inklusif.
e. Hubungkanlah kosep itu dengan kata – kata penghubung.
4. Kegunaan Peta Konsep
Dalam
pendidikan, peta konsep dapat diterapkan untuk berbagai tujuan :
a. Menyelidiki apa yang telah di ketahui siswa.
Untuk memperlancar prosese ini,baik guru maupun siswa perlu mengetahui”tempat awal konseptual”.dengan kata lain guru harus mengetahui konsep-konsep apa yang telah dimiliki siswa waktu pelajaran baru akan dimulai,sedangkan para siswa diharapkan dapat menunjukan dimana mereka berada, atau konseo-konsep apa yang telah mereka miliki dalam menghadapi pelajaran baru itu.Dengan mengunakan peta konsep guru dapat melaksanakan apa yang telah dikemukakan diatas, dan dengan demikian para siswa diharapkan akan menglami belajar bermakna.
b. Mempelajari cara belajar
Bila seseorang siswa dihadapkan pada suatu bab dari buku pelajaran,ia tidak akan begitu saja memahami apa yang dibacanya. Dengan diminta untuk menyusun peta konsep dari isi bab itu,ia akan berusaha untuk mengeluarkan konsep-konsep dari apa yang dibacanya, menempatkan konsep yang paling inklusif pada puncak peta konsep yang dibuatnya,kemudian mengurutkan konsep-konsep yang lain yang kurang inkluisif pada konsep yang paling inkluisif,demikian seterusnya.lalu mencari kata atau kata-kata penghubung untuk mengaitkan konsep-konsep itu menjadi proporsisi-proporsisi yang bermakna.
Lebih dari itu ia akan berusaha mengigat konsep-konsep lain dari pelajaran yang lampau,atau menerapkan konsep-konsep yang sedang dihadapinya kedalam kehidupan sehari-hari.dengan cara demikian ia telah berusaha benar untukmemahami isi pelajaran itu. Belajar bermakan telah berlangsung pada siswa itu.
c. Mengungkapkan konsepsi salah.
Selain kegunaan-kegunaan yang telah disebutkan diatas,peta konsep dapat pula mengungkapkan konsepsi salah (misconception) yang terjadi pada siswa. Konsep salah biasanya timbul karena terdapat kaitan antara konsep-konsep yang mengakibatkan proporsi yang salah.
d. Alat evaluasi.
Pengunaan peta konsep sebagi alat evaluasi didasrkan pada tiga gagasan dalam teori kognetif Ausubel.
Struktur kognetif itu diatur secara hierarkis,dengan konsep-konsep dan proposisi-proposisi yang lebih inkluisif, lebih umum superordinat terhadap konsep-konsep dan proposisi-proposisi yang kuarng inkluisif dan lebih khusus.
Konsep-konsep dalam struktur kognetif mengalami deferensiasi progresif. Prinsip Ausubel ini menyatakan bahwa belajar bermakan merupakan proses yang kontinu, diman konsep-konsep yang baru memperoleh lebih banyak arti dengan dibentuknya lebih banyak kaitan-kaitan proposional.jadi konsep-konsep tidak pernah “tuntas dipelajari”,tetapi selalu dipelajari,dimodifikasi,dan dibuat lebih inkluisif.
Penyesuaian integratif. Prinsip belajar ini menyatakan bahwa belajar bermakna akan meningkat, bila siswa menyadari hubungan-hubungan baru (kaitan-kaitan konsep)antara kumpulan (sets)konsep-konsep atau proposisi-proposisi yang berhubungan. Dalam peta konsep penyesuaian integratif ini diperlihatkan dengan adanya kaitan-kaitan silang (cross links)antar kumpulan konsep-konsep.
a. Menyelidiki apa yang telah di ketahui siswa.
Untuk memperlancar prosese ini,baik guru maupun siswa perlu mengetahui”tempat awal konseptual”.dengan kata lain guru harus mengetahui konsep-konsep apa yang telah dimiliki siswa waktu pelajaran baru akan dimulai,sedangkan para siswa diharapkan dapat menunjukan dimana mereka berada, atau konseo-konsep apa yang telah mereka miliki dalam menghadapi pelajaran baru itu.Dengan mengunakan peta konsep guru dapat melaksanakan apa yang telah dikemukakan diatas, dan dengan demikian para siswa diharapkan akan menglami belajar bermakna.
b. Mempelajari cara belajar
Bila seseorang siswa dihadapkan pada suatu bab dari buku pelajaran,ia tidak akan begitu saja memahami apa yang dibacanya. Dengan diminta untuk menyusun peta konsep dari isi bab itu,ia akan berusaha untuk mengeluarkan konsep-konsep dari apa yang dibacanya, menempatkan konsep yang paling inklusif pada puncak peta konsep yang dibuatnya,kemudian mengurutkan konsep-konsep yang lain yang kurang inkluisif pada konsep yang paling inkluisif,demikian seterusnya.lalu mencari kata atau kata-kata penghubung untuk mengaitkan konsep-konsep itu menjadi proporsisi-proporsisi yang bermakna.
Lebih dari itu ia akan berusaha mengigat konsep-konsep lain dari pelajaran yang lampau,atau menerapkan konsep-konsep yang sedang dihadapinya kedalam kehidupan sehari-hari.dengan cara demikian ia telah berusaha benar untukmemahami isi pelajaran itu. Belajar bermakan telah berlangsung pada siswa itu.
c. Mengungkapkan konsepsi salah.
Selain kegunaan-kegunaan yang telah disebutkan diatas,peta konsep dapat pula mengungkapkan konsepsi salah (misconception) yang terjadi pada siswa. Konsep salah biasanya timbul karena terdapat kaitan antara konsep-konsep yang mengakibatkan proporsi yang salah.
d. Alat evaluasi.
Pengunaan peta konsep sebagi alat evaluasi didasrkan pada tiga gagasan dalam teori kognetif Ausubel.
Struktur kognetif itu diatur secara hierarkis,dengan konsep-konsep dan proposisi-proposisi yang lebih inkluisif, lebih umum superordinat terhadap konsep-konsep dan proposisi-proposisi yang kuarng inkluisif dan lebih khusus.
Konsep-konsep dalam struktur kognetif mengalami deferensiasi progresif. Prinsip Ausubel ini menyatakan bahwa belajar bermakan merupakan proses yang kontinu, diman konsep-konsep yang baru memperoleh lebih banyak arti dengan dibentuknya lebih banyak kaitan-kaitan proposional.jadi konsep-konsep tidak pernah “tuntas dipelajari”,tetapi selalu dipelajari,dimodifikasi,dan dibuat lebih inkluisif.
Penyesuaian integratif. Prinsip belajar ini menyatakan bahwa belajar bermakna akan meningkat, bila siswa menyadari hubungan-hubungan baru (kaitan-kaitan konsep)antara kumpulan (sets)konsep-konsep atau proposisi-proposisi yang berhubungan. Dalam peta konsep penyesuaian integratif ini diperlihatkan dengan adanya kaitan-kaitan silang (cross links)antar kumpulan konsep-konsep.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar